Acrylic on canvas 90x60 cm
Laman
Jumat, 12 Agustus 2016
Arjuna malat/malatsih
Acrylic on canvas 90x60 cm
Arjuna malat/malatsih bermakna malat - memanjang, mengalir, bangkit, garang tajam; malatsih - sih - kasih, sayang, cinta.
Sabtu, 21 Maret 2015
Gatotkaca ukir
diameter 36 x 26cm plywood (triplek) waranka-8mm / wayang-4mm.
Rp80.000
cocok untuk hiasan dinding
Baca juga kisahnya GATOTKACA dalam pewayangan
Jumat, 06 Maret 2015
Dewi Wara Subadra / Sumbadra / Sembadra
Antareja
adalah putera Werkudara dengan Dewi Nagagini puteri Batara Antaboga. Kini usia
Antareja sudah cukup dewasa. Ia ingin mengabdi pada sudarmanya,ia ingin
mengabdi pada ayahnya. Antareja berpamitan pada kakek dan Ibunya. Untuk menemui
ayahnya di Indraprasta (Amarta).
Kakeknya membekali Air Prawitasari atau air kehidupan serta Aji Kawastraman.Sementara itu di taman Maduganda Kesatrian Madukara Dewi Wara Sembadra kedatangan tamu yang tak diundang. Buriswara putera Prabu Salya dari Mandaraka, tiba tiba saja sudah masuk di taman. Dewi Wara Sembadra, kaget sekali, apalagi , Dewi Wara Srikandi yang menjaga keselamatan para Istri Arjuna tidak ditempat. Dewi Wara Sembadra terus saja dirayu oleh Memang Burisrawa. sejak dahulu, sebelum Arjuna memperistri Dewi Wara Sembadra, Buriswara sudah mencintainya.
Sampai dengan hari ini pun masih mencintai. Buriswara makin lama makin kasar pada Dewi Wara Sembadra, Wara Sembadra tidak mau menanggapi. Wara Sembadra tidak mau melayani kemauan Buriswara, Ia lebih baik mati daripada tidak bisa mempertahankan kesucian wanitanya. Burisrawa menjadi brutal ,Buriswara mengeluarkan pusaka untuk menakut nakuti Dewi Wara Sembadra. Namun Dewi Wara Sembadra malah menu bruk keris itu, hingga tewas. Dewi Wara Sembadra terbunuh oleh Burisrawa.
Mengetahui Dewi Sembadra telah mati, Burisrawa menjadi ketakutan, ia segera bersembunyi di balik tanaman bunga yang gelap, ketika ada seseorang yang mendatangi tempat itu. Dewi Wara Srikandi mengetahui kematian Sembadra menjadi marah, ia mengejar pembunuhnya, karena gelap,ia tidak melihat dengan jelas, ada bayangan orang di dekat gerumbulan tanaman,Srikandi mengira mengira apakah ini patih Sucitra, dijawab oleh orang itu, ya, betul saya patih Sucitra, Srikandi terus berkata. Kok suaranya seperti Patih Surata, dan mendengar suara itu, juga orang itu membetulkan, kalau ia Patih Surata. Yakinlah Dewi Srikandi kalau ini orang luar yang baru saja membunuh Dewi Wara Sembadra. Dewi Wara Srikandi mengejar, bayangan orang tadi, dan berteriak ada maling, tetapi malingnya telah melompat pagar taman dan melarikan diri. Dewi Wara Srikandi segera memberitahukan kejadian ini kepada Arjuna dan keluarga semua.
Prabu Kresna meminta agar dapat mengetahui siapa pembunuhnya, maka Dewi Wara Sembadra harus dilarung di sungai. Dewi Wara Sembadara dilarung di sungai Yamuna. Gatutkaca ditugaskan Prabu Kresna untuk mengawasi keberadaan Dew Wara Sembadra.
Sementara itu Antareja yang sedang melakukan perjalanan lewat jalan dalam tanah, telah muncul di tengah sungai Yamuna. Sesampai diatas permukaan air, ia melihat jasad seseorang yang dilarung di sungai itu. Antareja bermaksud akan menghidupkan kembali orang tersebut. Ia segera mendekati jasad Dewi Wara Sembadra, Gatutkaca melihat ada seseorang yang menghampiri jasad Dewi Wara Sembadra, maka Gatutkaca segera menyerangnya dan terjadilah perkelahian.
Batara Narada datang memberitahu kalau keduanya masih bersaudara.Keduanya putera Werkudara. Oleh Antareja. wajah Dewi Wara Sembadra diperciki dengan air Prawitasari, Dengan kehendak Dewa, maka Dewi Wara Sembadara siuman kembali. Para keluarga senang melihat Dewi Wara Sembadra bangun kembali. Setelah siuman Dewi Wara Sembadra menceriterakan apa sebenarnya yang telah terjadi, hingga ia tewas. Antareja merasa geram, ia ingin membalas kejahatan Buriswara.
Dengan bekal pusaka kakeknya, Aji Kawastrawam, Antasena berubah menjadi Dewi Wara Sembadra. Iapun pergi ke kediaman Buriswara di Kerajaan Bahlika.. Dewi Wara Sembadra palsu ingin membersihkan rambut gimbal Burisrawa yang penuh kutu. Buriswara senang sekali ketika Dewi Wara Sembadra memberi perhatian padanya.Buriswara akan memberi hadiah kalau Dewi Wara Sembadra dapat kutu tiga, Buriswara dapat sotho, kalau dapat sembilan Buriswara dapat jotos, dari Dewi Wara Sembadra. Dewi Wara Sembadra palsu mendapat sembilan kutu, maka Dewi Wara Sembadra pun menjotos Buriswara, sehingga jatuh terlentang. Buriswara terkejut karena jotosannya seperti jotosan laki laki.
Setelah melirik kebelakang tahulah kalau yang ada dibelakangnya bukan Dewi Wara Sembadra tetapi seorang laki laki yang mirip Gatutkaca.Maka terjadilah perkelahian antara Buriswara dan Antasena. Buriswara melarikan diri ketakutan, dan Antarejapun kembali ke Indraprasta. Antareja Kemudian mence ritakankan segala sesuatunya pada ayahnya, Werkudara dan saudara saudara Para Pandawa. Antareja bahagia bisa bertemu dengan ayah dan para Keluarga Pandawa.
Kakeknya membekali Air Prawitasari atau air kehidupan serta Aji Kawastraman.Sementara itu di taman Maduganda Kesatrian Madukara Dewi Wara Sembadra kedatangan tamu yang tak diundang. Buriswara putera Prabu Salya dari Mandaraka, tiba tiba saja sudah masuk di taman. Dewi Wara Sembadra, kaget sekali, apalagi , Dewi Wara Srikandi yang menjaga keselamatan para Istri Arjuna tidak ditempat. Dewi Wara Sembadra terus saja dirayu oleh Memang Burisrawa. sejak dahulu, sebelum Arjuna memperistri Dewi Wara Sembadra, Buriswara sudah mencintainya.
Sampai dengan hari ini pun masih mencintai. Buriswara makin lama makin kasar pada Dewi Wara Sembadra, Wara Sembadra tidak mau menanggapi. Wara Sembadra tidak mau melayani kemauan Buriswara, Ia lebih baik mati daripada tidak bisa mempertahankan kesucian wanitanya. Burisrawa menjadi brutal ,Buriswara mengeluarkan pusaka untuk menakut nakuti Dewi Wara Sembadra. Namun Dewi Wara Sembadra malah menu bruk keris itu, hingga tewas. Dewi Wara Sembadra terbunuh oleh Burisrawa.
Mengetahui Dewi Sembadra telah mati, Burisrawa menjadi ketakutan, ia segera bersembunyi di balik tanaman bunga yang gelap, ketika ada seseorang yang mendatangi tempat itu. Dewi Wara Srikandi mengetahui kematian Sembadra menjadi marah, ia mengejar pembunuhnya, karena gelap,ia tidak melihat dengan jelas, ada bayangan orang di dekat gerumbulan tanaman,Srikandi mengira mengira apakah ini patih Sucitra, dijawab oleh orang itu, ya, betul saya patih Sucitra, Srikandi terus berkata. Kok suaranya seperti Patih Surata, dan mendengar suara itu, juga orang itu membetulkan, kalau ia Patih Surata. Yakinlah Dewi Srikandi kalau ini orang luar yang baru saja membunuh Dewi Wara Sembadra. Dewi Wara Srikandi mengejar, bayangan orang tadi, dan berteriak ada maling, tetapi malingnya telah melompat pagar taman dan melarikan diri. Dewi Wara Srikandi segera memberitahukan kejadian ini kepada Arjuna dan keluarga semua.
Prabu Kresna meminta agar dapat mengetahui siapa pembunuhnya, maka Dewi Wara Sembadra harus dilarung di sungai. Dewi Wara Sembadara dilarung di sungai Yamuna. Gatutkaca ditugaskan Prabu Kresna untuk mengawasi keberadaan Dew Wara Sembadra.
Sementara itu Antareja yang sedang melakukan perjalanan lewat jalan dalam tanah, telah muncul di tengah sungai Yamuna. Sesampai diatas permukaan air, ia melihat jasad seseorang yang dilarung di sungai itu. Antareja bermaksud akan menghidupkan kembali orang tersebut. Ia segera mendekati jasad Dewi Wara Sembadra, Gatutkaca melihat ada seseorang yang menghampiri jasad Dewi Wara Sembadra, maka Gatutkaca segera menyerangnya dan terjadilah perkelahian.
Batara Narada datang memberitahu kalau keduanya masih bersaudara.Keduanya putera Werkudara. Oleh Antareja. wajah Dewi Wara Sembadra diperciki dengan air Prawitasari, Dengan kehendak Dewa, maka Dewi Wara Sembadara siuman kembali. Para keluarga senang melihat Dewi Wara Sembadra bangun kembali. Setelah siuman Dewi Wara Sembadra menceriterakan apa sebenarnya yang telah terjadi, hingga ia tewas. Antareja merasa geram, ia ingin membalas kejahatan Buriswara.
Dengan bekal pusaka kakeknya, Aji Kawastrawam, Antasena berubah menjadi Dewi Wara Sembadra. Iapun pergi ke kediaman Buriswara di Kerajaan Bahlika.. Dewi Wara Sembadra palsu ingin membersihkan rambut gimbal Burisrawa yang penuh kutu. Buriswara senang sekali ketika Dewi Wara Sembadra memberi perhatian padanya.Buriswara akan memberi hadiah kalau Dewi Wara Sembadra dapat kutu tiga, Buriswara dapat sotho, kalau dapat sembilan Buriswara dapat jotos, dari Dewi Wara Sembadra. Dewi Wara Sembadra palsu mendapat sembilan kutu, maka Dewi Wara Sembadra pun menjotos Buriswara, sehingga jatuh terlentang. Buriswara terkejut karena jotosannya seperti jotosan laki laki.
Setelah melirik kebelakang tahulah kalau yang ada dibelakangnya bukan Dewi Wara Sembadra tetapi seorang laki laki yang mirip Gatutkaca.Maka terjadilah perkelahian antara Buriswara dan Antasena. Buriswara melarikan diri ketakutan, dan Antarejapun kembali ke Indraprasta. Antareja Kemudian mence ritakankan segala sesuatunya pada ayahnya, Werkudara dan saudara saudara Para Pandawa. Antareja bahagia bisa bertemu dengan ayah dan para Keluarga Pandawa.
Sumber :
http://caritawayang.blogspot.com/2012/08/antareja-takon-bapa.html
Arjuna / Permadi
Di Nusantara, tokoh Arjuna juga dikenal dan sudah
terkenal dari dahulu kala. Arjuna terutama menjadi populer di daerahJawa, Bali, Madura, dan Lombok. Di Jawa dan kemudian di Bali, Arjuna menjadi tokoh
utama dalam beberapa kakawin, seperti
misalnya Kakawin Arjunawiwāha, Kakawin
Pārthayajña, dan Kakawin
Pārthāyana (juga dikenal dengan nama Kakawin
Subhadrawiwāha. Selain itu Arjuna juga didapatkan dalam beberapa relief
candi di pulau Jawa misalkancandi
Surowono.
Arjuna
merupakan seorang tokoh ternama dalam duniapewayangan dalam budaya Jawa Baru. Beberapa ciri khas
Arjuna versi pewayangan mungkin berbeda dengan ciri khas Arjuna dalam kitab Mahābhārata versi India dengan bahasa Sanskerta. Dalam dunia pewayangan,
Arjuna digambarkan sebagai seorang kesatria yang gemar berkelana, bertapa,
dan berguru. Selain menjadi murid Resi
Drona di Padepokan Sukalima, ia juga menjadi murid Resi
Padmanaba dari Pertapaan Untarayana. Arjuna pernah menjadi brahmana di Goa Mintaraga, bergelar
Bagawan Ciptaning. Ia dijadikan kesatria unggulan para dewa untuk membinasakan Prabu
Niwatakawaca, raja raksasa dari negara Manimantaka. Atas jasanya
itu, Arjuna dinobatkan sebagai raja di Kahyangan Dewa Indra, bergelar Prabu
Karitin. dan mendapat anugrah pusaka-pusaka sakti dari para dewa, antara lain:
Gendewa (dari Bhatara Indra), Panah Ardadadali (dari Bhatara Kuwera), Panah Cundamanik (dari Bhatara Narada). Setelah perangBharatayuddha, Arjuna menjadi raja di Negara
Banakeling, bekas kerajaan Jayadrata.
Arjuna
memiliki sifat cerdik dan pandai, pendiam, teliti, sopan-santun, berani dan
suka melindungi yang lemah. Ia memimpin Kadipaten Madukara, dalam wilayah
negara Amarta. Ia adalah petarung tanpa tanding di medan laga, meski bertubuh
ramping berparas rupawan sebagaimana seorang dara, berhati lembut meski
berkemauan baja, kesatria dengan segudang istri dan
kekasih meski mampu melakukan tapa yang paling berat, seorang kesatria dengan kesetiaan terhadap
keluarga yang mendalam tapi kemudian mampu memaksa dirinya sendiri untuk
membunuh saudara tirinya. Bagi generasi tua Jawa,
dia adalah perwujudan lelaki seutuhnya. Sangat berbeda denganYudistira, dia sangat menikmati hidup di dunia.
Petualangan cintanya senantiasa memukau orang Jawa, tetapi secara aneh dia sepenuhnya
berbeda dengan Don Juan yang
selalu mengejar wanita. Konon Arjuna begitu halus dan tampan sosoknya sehingga
para puteri begitu, juga para dayang, akan segera menawarkan diri mereka.
Merekalah yang mendapat kehormatan, bukan Arjuna. Ia sangat berbeda dengan Wrekudara.
Dia menampilkan keanggunan tubuh dan kelembutan hati yang begitu dihargai oleh
orang Jawa berbagai generasi.
Arjuna
juga memiliki pusaka-pusaka sakti lainnya, atara lain: Keris Kiai Kalanadah
diberikan pada Gatotkaca saat
mempersunting Dewi Pergiwa (putra Arjuna), Panah Sangkali (dari Resi
Drona), Panah Candranila, Panah Sirsha, Panah Kiai Sarotama, Panah Pasupati (dari Batara Guru), Panah Naracabala, Panah
Ardhadhedhali, Keris Kiai Baruna, Keris Pulanggeni (diberikan pada Abimanyu), Terompet Dewanata, Cupu berisi
minyak Jayengkaton (pemberian Bagawan Wilawuk dari pertapaan
Pringcendani) dan Kuda Ciptawilaha dengan Cambuk Kiai Pamuk. Sedangkan ajian
yang dimiliki Arjuna antara lain: Panglimunan, Tunggengmaya, Sepiangin,
Mayabumi, Pengasih dan Asmaragama. Arjuna juga memiliki
pakaian yang melambangkan kebesaran, yaitu Kampuh atau Kain Limarsawo, Ikat
Pinggang Limarkatanggi, Gelung Minangkara, Kalung Candrakanta dan Cincin
Mustika Ampal (dahulunya milik Prabu Ekalaya, raja negara Paranggelung).
Istri dan
keturunan
Dalam Mahabharata versi pewayangan Jawa, Arjuna
mempunyai banyak sekali istri,itu semua sebagai simbol penghargaan atas jasanya
ataupun atas keuletannya yang selalu berguru kepada banyak pertapa. Berikut
sebagian kecil istri dan anak-anaknya:
2. Dewi Sulastri, berputra
Raden Sumitra
3. Dewi Larasati, berputra Raden Bratalaras
5. Dewi Jimambang,
berputra Kumaladewa dan Kumalasakti
6. Dewi Ratri, berputra
Bambang Wijanarka
7. Dewi Dresanala,
berputra Raden Wisanggeni
8. Dewi Wilutama, berputra
Bambang Wilugangga
9. Dewi Manuhara, berputra Endang Pregiwa dan Endang
Pregiwati
10. Dewi Supraba, berputra Raden Prabakusuma
11. Dewi Antakawulan,
berputra Bambang Antakadewa
12. Dewi Juwitaningrat,
berputra Bambang Sumbada
13. Dewi Maheswara
14. Dewi Retno Kasimpar
15. Dewi Dyah Sarimaya
16. Dewi Srikandi
Nama lain
dan julukan
Dalam
wiracarita Mahabharata versi nusantara, Arjuna memiliki banyak
nama lain dan nama julukan, antara lain: Parta (pahlawan
perang), Janaka (memiliki banyak istri), Pemadi (tampan),Dananjaya, Kumbaljali, Ciptaning
Mintaraga (pendeta suci), Pandusiwi, Indratanaya (putra
Batara Indra), Jahnawi (gesit trengginas), Palguna, Indrasuta, Danasmara (perayu
ulung) danMargana (suka menolong) "Begawan Mintaraga"
adalah nama yang digunakan oleh Arjuna saat menjalani laku tapa di puncak
Indrakila dalam rangka memperoleh senjata sakti dari dewata, yang akan
digunakan dalam perang yang tak terhindarkan melawan musuh-musuhnya, yaitu
keluarga Korawa.
Sumber :
http://id.wikipedia.org/wiki/Arjuna
Senin, 02 Maret 2015
GATOTKACA
Gatotkaca, pencil & drawing pen on paper A3 ( 29 x 42cm )
original ; 127galeri
Dalam bahasa Sanskerta, nama Ghatotkacha secara harfiah bermakna
"memiliki kepala seperti kendi". Nama ini terdiri dari dua kata,
yaitu ghaṭ(tt)am yang berarti "buli-buli" atau "kendi", dan utkacha yang berarti "kepala". Nama ini diberikan
kepadanya karena sewaktu lahir kepalanya konon mirip dengan buli-buli atau
kendi.
Kelahiran
Dia adalah putra putra kedua Raden Wrekudara (Bima
dalam kisah Mahabarata fersi India) salah satu dari lima bersaudara Pandawa. Dan
ibunya adalah seorang putri bangsa raksasa dari negeri Pringgandani yang
bernama Dewi Arimbi. Dalam cerita pewayangan jawa kelahiran Gatotkaca
dikisahkan secara tersendiri, sewaktu dilahirkan berupa rajksasa yang diberi
nama Jabang Tetuka. Selama setahun tali pusar Jabang Tetuka dibiarkan tidak
terpotong, karena tidak ada satupun senjata yang mampu memotong tali pusar
tersebut.
Karena hal tersebut, Arjuna (adik
Wrekudara yang juga paman Gatotkaca) bertapa memohon kepada dewa agar
memberikan senjata untuk memotong tali pusar Jabang Tetuka. Di lain tempat pada
waktu yang sama, Karna panglima Kerajaan Hastina juga sedang melakukan tapa
untuk mencari pusaka. Karena wajah keduanya hampir sama, Batara Narada utusan
kayangan memberikan pusaka Kontawijaya yang snggup memotong tali pusar Jabang
Tetuko kepada Karna. Menyadari kesalahanya tersebut Batara Narada menemui
Arjuna untuk memberitahukan bahwa pusaka yang seharunya untuknya telah dimiliki
oleh karna. Arjuna kemudian mengejar dan merebut Kontawijaya dari tangan Karna,
dalam pertarungan Arjuna hanya mendapatkan sarung pusaka Kuntowijaya. Kelak dalam
kisah berbeda, kisah peperangan Baratayuda pusaka Kontawijaya yang dipegang
oleh Karna akan membunuh Gatotkaca.
Sarung pusaka Kontawijaya yan terbuat dari
kayu mustaba ternyata bisa digunakan untuk memotong tali pusar Jabang Tetuka,
namun setelah memotong tali pusar tersebut sarung pusaka Kontawijaya masuk ke
dalam perut Jabang Tetuka. Krisna yang menyaksikan pemotongan tali pusar
tersebut berpendapat kayu mustaba akan memnambah kekuatan Jabang Tetuka.
Tetuka saat itu diasuh oleh Narada
di kahyangan, karena kesaktianya Tetuko diutus bertarung dengan Patih Sekipu
dari Kerajaan Trabelasuket yang menyerang kahyangan bermaksud membawa Batari
Supraba untuk diperistri rajanya. Semakin banyak pukulan yang didapat Tetuka maka
makin kuatlah Tetuka, Patih Sekipu pun merasa malu dan memaksa Narada untuk
mebuat Tetuko menjadi besar saat itu juga. Kemudian Narada menceburkan Jabang
Tetuko ke dalam kawah Candradimuka, di Gunung Jamurdipa. Para Dewa kemudian
menceburkan segala jenis pusaka ke dalam kawah. Beberapa saat kemudian Tetuko
muncul dari kawah Candramika dengan wujud seorang laki-laki dewasa, segala
jenis kekuatan pusaka para Dewa yang dilebur bersama tubuhnya menambah
kesaktianya. Kemudian Tetuko bertarung kembali dengan Sekipu dan berhasil
membunuhnya dengan gigitan taring Tetuko. Krisna dan Pandawa menyusul ke
kahyangan, Krisna memotong taring Tetuko dan menasehati Tetuko untuk
meninggalkan sifat-sifat kaum raksasanya. Kemudian Batara Guru raja para Dewa
datang menghadiahkan sperangkat pakaian
pusaka, yaitu Caping Basunanda, Kotang Antra Kusuma, dan Terompah Pandakacarma
untuk di pakai. Tetuka setelah saat itu dikenal sebagai Gatotkaca, dengan
mengenakan pakaian tersebut Gatotkaca mampu terbang menuju istana Trabelasuket
dan membunuh Kalapacrona.
Kematian
Perang di Kurukshetra dalam pewayangan Jawa biasa disebut dengan nama Baratayuda. Kisahnya diadaptasi dan dikembangkan dari naskah Kakawin Bharatayuddha yang ditulis tahun1157 pada zaman Kerajaan Kadiri. Versi pewayangan mengisahkan, Gatotkaca sangat akrab
dengan sepupunya yang bernama Abimanyu, putra Arjuna. Abimanyu menikah dengan Utari putri Kerajaan Wirata, setelah ia mengaku masih
perjaka. Kenyataannya, Abimanyu telah menikah dengan Sitisundari putri Kresna. Sitisundari yang dititipkan di istana Gatotkaca mendengar
kabar bahwa suaminya telah menikah lagi. Paman Gatotkaca yang bernama
Kalabendana datang menemui Abimanyu untuk mengajaknya pulang (Kalabendana
adalah adik bungsu Arimbi yang berwujud raksasa bulat
kerdil tapi berhati polos dan mulia). Hal itu membuat Utari merasa cemburu.
Abimanyu terpaksa bersumpah bahwa jika dirinya memang telah beristri selain
Utari, maka ia rela mati dikeroyok musuhnya di kemudian hari. Kalabendana
menemui Gatotkaca untuk melaporkan sikap Abimanyu. Gatotkaca justru memarahi
Kalabendana yang dianggapnya lancang mencampuri urusan rumah tangga sepupunya
itu. Karena terlalu marah, Gatotkaca memukul kepala Kalabendana. Mekipun
perbuatan tersebut dilakukan tanpa sengaja, namun pamannya itu tewas seketika.
Ketika perang Baratayuda meletus, Abimanyu benar-benar
tewas dikeroyok para Korawa pada hari ke-13. Pada hari
ke-14, Arjuna berhasil membalas kematian putranya itu dengan cara memenggal
kepala Jayadrata. Duryodana sangat sedih atas kematian Jayadrata, adik iparnya sendiri.
Ia memaksa Karna menyerang perkemahan Pandawa pada malam itu juga. Karna berangkat meskipun hal itu melanggar
peraturan perang. Setelah tahu bahwa para Korawa melancarkan serangan malam,
pihak Pandawa mengirim Gatotkaca untuk menghadang. Gatotkaca sengaja dipilih
karena Kotang Antrakusuma yang ia pakai mampu
memancarkan cahaya terang benderang. Gatotkaca berhasil menewaskan sekutu
Korawa yang bernama Lembusa. Sementara itu dua pamannya, yaitu Brajalamadan dan
Brajawikalpa, tewas di tangan musuh mereka, masing-masing bernama Lembusura dan
Lembusana.
Gatotkaca
berhadapan dengan Karna, pemilik senjata Kontawijaya. Ia menciptakan kembaran
dirinya sebanyak seribu orang sehingga membuat Karna merasa kebingungan. Atas
petunjuk ayahnya, yaitu Batara Surya, Karna berhasil menemukan Gatotkaca yang asli. Ia pun
melepaskan senjata Konta ke arah Gatotkaca. Gatotkaca mencoba menghindar dengan
cara terbang setinggi-tingginya. Namun arwah Kalabendana tiba-tiba muncul
menangkap Kontawijaya sambil menyampaikan berita dari kahyangan bahwa ajal
Gatotkaca telah ditetapkan malam itu. Gatotkaca yang pasrah terhadap takdirnya
berpesan supaya mayatnya bisa digunakan untuk membunuh musuh. Kalabendana
setuju, kemudian menusuk pusar Gatotkaca menggunakan senjata Konta. Pusaka itu
melebur dengan sarungnya, yaitu kayu mastaba yang masih tersimpan di dalam
perut Gatotkaca. Setelah Gatotkaca gugur, arwah Kalabendana melemparkan
jenazahnya ke arah Karna. Karna berhasil melompat sehingga lolos dari maut.
Namun keretanya hancur berkeping-keping akibat tertimpa tubuh Gatotkaca.
Pecahan kereta tersebut melesat ke segala arah dan menewaskan para prajurit
Korawa yang berada di sekitarnya.
sumber :
Jumat, 16 Januari 2015
Drawing on paper
Trip ke Jakarta, ngompreng Mojokerto - Jogja - Purwokerto - Cirebon - Jakarta.
Modal dari Mojokerto bawa gambar ini.....siapa tau nanti beranak di perjalanan heheheheh......
Modal dari Mojokerto bawa gambar ini.....siapa tau nanti beranak di perjalanan heheheheh......
pencil on paper 30,5x40,5 cm (127galeri) ini gambar gedung yang ada di dekat alun-alun kota mojokerto bekas dinas pengairan klo ga salah. Suasana tempo dulu
pencil on paper A4 . Jl, BentengPancasila kota Mojokerto. Minggu pagi "car freeday"
Langganan:
Postingan (Atom)