Laman

Jumat, 12 Agustus 2016

Colouring forest

Acrylic on canvas 90x60 cm

Arjuna malat/malatsih

Acrylic on canvas 90x60 cm

Arjuna malat/malatsih, dalam pewayangan jawa malatsih adalah salah satu wujud tokoh wayang ( biasa disebut wanda ). Tokoh Arjuna memiliki beberapa wanda. Setiap wanda mewakili suasana hati tokoh sesuai alur cerita dan waktu munculnya tokoh dalam cerita ( dalam pewayangan jawa disebut pathet ).

Arjuna malat/malatsih bermakna malat - memanjang, mengalir, bangkit, garang tajam; malatsih - sih - kasih, sayang, cinta.


Sabtu, 21 Maret 2015

Gatotkaca ukir


diameter 36 x 26cm plywood (triplek) waranka-8mm / wayang-4mm.
Rp80.000
cocok untuk hiasan dinding








Baca juga kisahnya GATOTKACA dalam pewayangan


Jumat, 06 Maret 2015

Dewi Wara Subadra / Sumbadra / Sembadra



Antareja adalah putera Werkudara dengan Dewi Nagagini puteri Batara Antaboga. Kini usia Antareja sudah cukup dewasa. Ia ingin mengabdi pada sudarmanya,ia ingin mengabdi pada ayahnya. Antareja berpamitan pada kakek dan Ibunya. Untuk menemui ayahnya di Indraprasta (Amarta).

Kakeknya membekali Air Prawitasari atau air kehidupan serta Aji Kawastraman.Sementara itu di taman Maduganda Kesatrian Madukara Dewi Wara Sembadra kedatangan tamu yang tak diundang. Buriswara putera Prabu Salya dari Mandaraka, tiba tiba saja sudah masuk di taman. Dewi Wara Sembadra, kaget sekali, apalagi , Dewi Wara Srikandi yang menjaga keselamatan para Istri Arjuna tidak ditempat. Dewi Wara Sembadra terus saja dirayu  oleh Memang Burisrawa. sejak dahulu, sebelum Arjuna memperistri Dewi Wara Sembadra, Buriswara sudah mencintainya.

Sampai dengan hari ini pun masih mencintai. Buriswara makin lama makin kasar pada Dewi Wara Sembadra, Wara Sembadra tidak mau menanggapi. Wara Sembadra  tidak mau melayani kemauan Buriswara, Ia lebih baik mati daripada tidak bisa mempertahankan kesucian wanitanya. Burisrawa menjadi   brutal ,Buriswara  mengeluarkan pusaka untuk menakut nakuti Dewi Wara Sembadra. Namun Dewi Wara  Sembadra malah menu bruk keris itu, hingga tewas. Dewi Wara Sembadra terbunuh oleh Burisrawa.

Mengetahui Dewi Sembadra telah mati, Burisrawa  menjadi ketakutan, ia segera bersembunyi di balik tanaman bunga yang gelap, ketika ada seseorang yang mendatangi tempat itu. Dewi Wara Srikandi mengetahui  kematian Sembadra menjadi marah, ia mengejar pembunuhnya, karena gelap,ia tidak melihat dengan jelas, ada bayangan orang di dekat gerumbulan tanaman,Srikandi mengira mengira apakah ini  patih Sucitra, dijawab oleh orang itu, ya, betul saya patih Sucitra, Srikandi terus berkata.  Kok suaranya seperti Patih  Surata, dan mendengar suara itu, juga orang itu membetulkan, kalau ia Patih Surata. Yakinlah Dewi Srikandi  kalau ini orang luar yang baru saja membunuh Dewi Wara Sembadra.  Dewi Wara Srikandi mengejar, bayangan orang tadi, dan berteriak ada maling, tetapi malingnya telah melompat pagar taman dan melarikan diri. Dewi Wara Srikandi segera memberitahukan kejadian ini  kepada Arjuna dan keluarga semua.

Prabu Kresna meminta agar dapat mengetahui siapa pembunuhnya, maka  Dewi Wara Sembadra harus dilarung di sungai. Dewi Wara Sembadara dilarung di sungai Yamuna. Gatutkaca ditugaskan Prabu Kresna untuk mengawasi keberadaan Dew Wara Sembadra.

Sementara itu Antareja yang sedang melakukan perjalanan lewat jalan dalam tanah, telah muncul di tengah sungai Yamuna. Sesampai diatas permukaan air, ia melihat jasad seseorang yang dilarung di sungai itu. Antareja bermaksud akan menghidupkan kembali orang tersebut. Ia segera mendekati jasad Dewi Wara Sembadra, Gatutkaca melihat ada seseorang yang menghampiri jasad Dewi Wara Sembadra, maka Gatutkaca segera menyerangnya dan terjadilah perkelahian.

Batara Narada datang memberitahu kalau keduanya masih bersaudara.Keduanya putera Werkudara. Oleh Antareja. wajah Dewi Wara Sembadra diperciki dengan air Prawitasari, Dengan kehendak Dewa, maka Dewi Wara Sembadara siuman kembali. Para keluarga senang melihat Dewi Wara Sembadra bangun kembali. Setelah siuman Dewi Wara Sembadra menceriterakan apa sebenarnya yang telah terjadi, hingga ia tewas. Antareja merasa geram, ia ingin membalas kejahatan Buriswara.

Dengan bekal pusaka kakeknya, Aji Kawastrawam, Antasena berubah menjadi Dewi Wara Sembadra. Iapun pergi ke kediaman Buriswara di Kerajaan Bahlika.. Dewi Wara Sembadra palsu  ingin membersihkan rambut gimbal Burisrawa  yang penuh kutu. Buriswara senang sekali ketika Dewi Wara Sembadra memberi perhatian padanya.Buriswara akan memberi hadiah kalau Dewi Wara Sembadra dapat kutu tiga, Buriswara dapat sotho, kalau dapat sembilan Buriswara dapat  jotos, dari Dewi Wara Sembadra. Dewi Wara Sembadra palsu mendapat sembilan kutu, maka Dewi Wara Sembadra pun menjotos Buriswara, sehingga jatuh terlentang. Buriswara terkejut karena jotosannya seperti jotosan laki laki.

Setelah melirik kebelakang tahulah kalau yang ada dibelakangnya bukan Dewi Wara Sembadra tetapi seorang laki laki yang mirip Gatutkaca.Maka terjadilah perkelahian antara Buriswara dan Antasena. Buriswara melarikan diri ketakutan, dan Antarejapun kembali ke Indraprasta. Antareja Kemudian mence ritakankan segala sesuatunya pada ayahnya, Werkudara dan saudara saudara Para Pandawa. Antareja bahagia bisa bertemu dengan ayah dan para Keluarga Pandawa.
Sumber :
http://caritawayang.blogspot.com/2012/08/antareja-takon-bapa.html


Arjuna / Permadi


Adaptasi Mahabarata dalam kebudayaan Indonesia

Di Nusantara, tokoh Arjuna juga dikenal dan sudah terkenal dari dahulu kala. Arjuna terutama menjadi populer di daerahJawaBaliMadura, dan Lombok. Di Jawa dan kemudian di Bali, Arjuna menjadi tokoh utama dalam beberapa kakawin, seperti misalnya Kakawin ArjunawiwāhaKakawin Pārthayajña, dan Kakawin Pārthāyana (juga dikenal dengan nama Kakawin Subhadrawiwāha. Selain itu Arjuna juga didapatkan dalam beberapa relief candi di pulau Jawa misalkancandi Surowono.
Arjuna merupakan seorang tokoh ternama dalam duniapewayangan dalam budaya Jawa Baru. Beberapa ciri khas Arjuna versi pewayangan mungkin berbeda dengan ciri khas Arjuna dalam kitab Mahābhārata versi India dengan bahasa Sanskerta. Dalam dunia pewayangan, Arjuna digambarkan sebagai seorang kesatria yang gemar berkelana, bertapa, dan berguru. Selain menjadi murid Resi Drona di Padepokan Sukalima, ia juga menjadi murid Resi Padmanaba dari Pertapaan Untarayana. Arjuna pernah menjadi brahmana di Goa Mintaraga, bergelar Bagawan Ciptaning. Ia dijadikan kesatria unggulan para dewa untuk membinasakan Prabu Niwatakawaca, raja raksasa dari negara Manimantaka. Atas jasanya itu, Arjuna dinobatkan sebagai raja di Kahyangan Dewa Indra, bergelar Prabu Karitin. dan mendapat anugrah pusaka-pusaka sakti dari para dewa, antara lain: Gendewa (dari Bhatara Indra), Panah Ardadadali (dari Bhatara Kuwera), Panah Cundamanik (dari Bhatara Narada). Setelah perangBharatayuddha, Arjuna menjadi raja di Negara Banakeling, bekas kerajaan Jayadrata.

Arjuna memiliki sifat cerdik dan pandai, pendiam, teliti, sopan-santun, berani dan suka melindungi yang lemah. Ia memimpin Kadipaten Madukara, dalam wilayah negara Amarta. Ia adalah petarung tanpa tanding di medan laga, meski bertubuh ramping berparas rupawan sebagaimana seorang dara, berhati lembut meski berkemauan baja, kesatria dengan segudang istri dan kekasih meski mampu melakukan tapa yang paling berat, seorang kesatria dengan kesetiaan terhadap keluarga yang mendalam tapi kemudian mampu memaksa dirinya sendiri untuk membunuh saudara tirinya. Bagi generasi tua Jawa, dia adalah perwujudan lelaki seutuhnya. Sangat berbeda denganYudistira, dia sangat menikmati hidup di dunia. Petualangan cintanya senantiasa memukau orang Jawa, tetapi secara aneh dia sepenuhnya berbeda dengan Don Juan yang selalu mengejar wanita. Konon Arjuna begitu halus dan tampan sosoknya sehingga para puteri begitu, juga para dayang, akan segera menawarkan diri mereka. Merekalah yang mendapat kehormatan, bukan Arjuna. Ia sangat berbeda dengan Wrekudara. Dia menampilkan keanggunan tubuh dan kelembutan hati yang begitu dihargai oleh orang Jawa berbagai generasi.

Arjuna juga memiliki pusaka-pusaka sakti lainnya, atara lain: Keris Kiai Kalanadah diberikan pada Gatotkaca saat mempersunting Dewi Pergiwa (putra Arjuna), Panah Sangkali (dari Resi Drona), Panah Candranila, Panah Sirsha, Panah Kiai Sarotama, Panah Pasupati (dari Batara Guru), Panah Naracabala, Panah Ardhadhedhali, Keris Kiai Baruna, Keris Pulanggeni (diberikan pada Abimanyu), Terompet Dewanata, Cupu berisi minyak Jayengkaton (pemberian Bagawan Wilawuk dari pertapaan Pringcendani) dan Kuda Ciptawilaha dengan Cambuk Kiai Pamuk. Sedangkan ajian yang dimiliki Arjuna antara lain: PanglimunanTunggengmayaSepiangin, Mayabumi, Pengasih dan Asmaragama. Arjuna juga memiliki pakaian yang melambangkan kebesaran, yaitu Kampuh atau Kain Limarsawo, Ikat Pinggang Limarkatanggi, Gelung Minangkara, Kalung Candrakanta dan Cincin Mustika Ampal (dahulunya milik Prabu Ekalaya, raja negara Paranggelung).

Istri dan keturunan
Dalam Mahabharata versi pewayangan Jawa, Arjuna mempunyai banyak sekali istri,itu semua sebagai simbol penghargaan atas jasanya ataupun atas keuletannya yang selalu berguru kepada banyak pertapa. Berikut sebagian kecil istri dan anak-anaknya:
1.      Dewi Subadra, berputra Raden Abimanyu
2.      Dewi Sulastri, berputra Raden Sumitra
3.      Dewi Larasati, berputra Raden Bratalaras
4.      Dewi Ulupi atau Palupi, berputra Bambang Irawan
5.      Dewi Jimambang, berputra Kumaladewa dan Kumalasakti
6.      Dewi Ratri, berputra Bambang Wijanarka
7.      Dewi Dresanala, berputra Raden Wisanggeni
8.      Dewi Wilutama, berputra Bambang Wilugangga
9.      Dewi Manuhara, berputra Endang Pregiwa dan Endang Pregiwati
10.  Dewi Supraba, berputra Raden Prabakusuma
11.  Dewi Antakawulan, berputra Bambang Antakadewa
12.  Dewi Juwitaningrat, berputra Bambang Sumbada
13.  Dewi Maheswara
14.  Dewi Retno Kasimpar
15.  Dewi Dyah Sarimaya
16.  Dewi Srikandi

Nama lain dan julukan
Dalam wiracarita Mahabharata versi nusantara, Arjuna memiliki banyak nama lain dan nama julukan, antara lain: Parta (pahlawan perang), Janaka (memiliki banyak istri), Pemadi (tampan),DananjayaKumbaljaliCiptaning Mintaraga (pendeta suci), PandusiwiIndratanaya (putra Batara Indra), Jahnawi (gesit trengginas), PalgunaIndrasutaDanasmara (perayu ulung) danMargana (suka menolong) "Begawan Mintaraga" adalah nama yang digunakan oleh Arjuna saat menjalani laku tapa di puncak Indrakila dalam rangka memperoleh senjata sakti dari dewata, yang akan digunakan dalam perang yang tak terhindarkan melawan musuh-musuhnya, yaitu keluarga Korawa.
Sumber :

http://id.wikipedia.org/wiki/Arjuna

Senin, 02 Maret 2015

GATOTKACA

Gatotkaca, pencil & drawing pen on paper A3 ( 29 x 42cm )
original ; 127galeri

Dalam bahasa Sanskerta, nama Ghatotkacha secara harfiah bermakna "memiliki kepala seperti kendi". Nama ini terdiri dari dua kata, yaitu gha(tt)am yang berarti "buli-buli" atau "kendi", dan utkacha yang berarti  "kepala". Nama ini diberikan kepadanya karena sewaktu lahir kepalanya konon mirip dengan buli-buli atau kendi. 

Kelahiran
Dia adalah putra putra kedua Raden Wrekudara (Bima dalam kisah Mahabarata fersi India)  salah satu dari lima bersaudara Pandawa. Dan ibunya adalah seorang putri bangsa raksasa dari negeri Pringgandani yang bernama Dewi Arimbi. Dalam cerita pewayangan jawa kelahiran Gatotkaca dikisahkan secara tersendiri, sewaktu dilahirkan berupa rajksasa yang diberi nama Jabang Tetuka. Selama setahun tali pusar Jabang Tetuka dibiarkan tidak terpotong, karena tidak ada satupun senjata yang mampu memotong tali pusar tersebut.

            Karena hal tersebut, Arjuna (adik Wrekudara yang juga paman Gatotkaca) bertapa memohon kepada dewa agar memberikan senjata untuk memotong tali pusar Jabang Tetuka. Di lain tempat pada waktu yang sama, Karna panglima Kerajaan Hastina juga sedang melakukan tapa untuk mencari pusaka. Karena wajah keduanya hampir sama, Batara Narada utusan kayangan memberikan pusaka Kontawijaya yang snggup memotong tali pusar Jabang Tetuko kepada Karna. Menyadari kesalahanya tersebut Batara Narada menemui Arjuna untuk memberitahukan bahwa pusaka yang seharunya untuknya telah dimiliki oleh karna. Arjuna kemudian mengejar dan merebut Kontawijaya dari tangan Karna, dalam pertarungan Arjuna hanya mendapatkan sarung pusaka Kuntowijaya. Kelak dalam kisah berbeda, kisah peperangan Baratayuda pusaka Kontawijaya yang dipegang oleh Karna akan membunuh Gatotkaca.

             Sarung pusaka Kontawijaya yan terbuat dari kayu mustaba ternyata bisa digunakan untuk memotong tali pusar Jabang Tetuka, namun setelah memotong tali pusar tersebut sarung pusaka Kontawijaya masuk ke dalam perut Jabang Tetuka. Krisna yang menyaksikan pemotongan tali pusar tersebut berpendapat kayu mustaba akan memnambah kekuatan Jabang Tetuka.

            Tetuka saat itu diasuh oleh Narada di kahyangan, karena kesaktianya Tetuko diutus bertarung dengan Patih Sekipu dari Kerajaan Trabelasuket yang menyerang kahyangan bermaksud membawa Batari Supraba untuk diperistri rajanya. Semakin banyak pukulan yang didapat Tetuka maka makin kuatlah Tetuka, Patih Sekipu pun merasa malu dan memaksa Narada untuk mebuat Tetuko menjadi besar saat itu juga. Kemudian Narada menceburkan Jabang Tetuko ke dalam kawah Candradimuka, di Gunung Jamurdipa. Para Dewa kemudian menceburkan segala jenis pusaka ke dalam kawah. Beberapa saat kemudian Tetuko muncul dari kawah Candramika dengan wujud seorang laki-laki dewasa, segala jenis kekuatan pusaka para Dewa yang dilebur bersama tubuhnya menambah kesaktianya. Kemudian Tetuko bertarung kembali dengan Sekipu dan berhasil membunuhnya dengan gigitan taring Tetuko. Krisna dan Pandawa menyusul ke kahyangan, Krisna memotong taring Tetuko dan menasehati Tetuko untuk meninggalkan sifat-sifat kaum raksasanya. Kemudian Batara Guru raja para Dewa datang  menghadiahkan sperangkat pakaian pusaka, yaitu Caping Basunanda, Kotang Antra Kusuma, dan Terompah Pandakacarma untuk di pakai. Tetuka setelah saat itu dikenal sebagai Gatotkaca, dengan mengenakan pakaian tersebut Gatotkaca mampu terbang menuju istana Trabelasuket dan membunuh Kalapacrona.

Kematian

            Perang di Kurukshetra dalam pewayangan Jawa biasa disebut dengan nama Baratayuda. Kisahnya diadaptasi dan dikembangkan dari naskah Kakawin Bharatayuddha yang ditulis tahun1157 pada zaman Kerajaan Kadiri. Versi pewayangan mengisahkan, Gatotkaca sangat akrab dengan sepupunya yang bernama Abimanyu, putra Arjuna. Abimanyu menikah dengan Utari putri Kerajaan Wirata, setelah ia mengaku masih perjaka. Kenyataannya, Abimanyu telah menikah dengan Sitisundari putri Kresna. Sitisundari yang dititipkan di istana Gatotkaca mendengar kabar bahwa suaminya telah menikah lagi. Paman Gatotkaca yang bernama Kalabendana datang menemui Abimanyu untuk mengajaknya pulang (Kalabendana adalah adik bungsu Arimbi yang berwujud raksasa bulat kerdil tapi berhati polos dan mulia). Hal itu membuat Utari merasa cemburu. Abimanyu terpaksa bersumpah bahwa jika dirinya memang telah beristri selain Utari, maka ia rela mati dikeroyok musuhnya di kemudian hari. Kalabendana menemui Gatotkaca untuk melaporkan sikap Abimanyu. Gatotkaca justru memarahi Kalabendana yang dianggapnya lancang mencampuri urusan rumah tangga sepupunya itu. Karena terlalu marah, Gatotkaca memukul kepala Kalabendana. Mekipun perbuatan tersebut dilakukan tanpa sengaja, namun pamannya itu tewas seketika.

            Ketika perang Baratayuda meletus, Abimanyu benar-benar tewas dikeroyok para Korawa pada hari ke-13. Pada hari ke-14, Arjuna berhasil membalas kematian putranya itu dengan cara memenggal kepala JayadrataDuryodana sangat sedih atas kematian Jayadrata, adik iparnya sendiri. Ia memaksa Karna menyerang perkemahan Pandawa pada malam itu juga. Karna berangkat meskipun hal itu melanggar peraturan perang. Setelah tahu bahwa para Korawa melancarkan serangan malam, pihak Pandawa mengirim Gatotkaca untuk menghadang. Gatotkaca sengaja dipilih karena Kotang Antrakusuma yang ia pakai mampu memancarkan cahaya terang benderang. Gatotkaca berhasil menewaskan sekutu Korawa yang bernama Lembusa. Sementara itu dua pamannya, yaitu Brajalamadan dan Brajawikalpa, tewas di tangan musuh mereka, masing-masing bernama Lembusura dan Lembusana.

           Gatotkaca berhadapan dengan Karna, pemilik senjata Kontawijaya. Ia menciptakan kembaran dirinya sebanyak seribu orang sehingga membuat Karna merasa kebingungan. Atas petunjuk ayahnya, yaitu Batara Surya, Karna berhasil menemukan Gatotkaca yang asli. Ia pun melepaskan senjata Konta ke arah Gatotkaca. Gatotkaca mencoba menghindar dengan cara terbang setinggi-tingginya. Namun arwah Kalabendana tiba-tiba muncul menangkap Kontawijaya sambil menyampaikan berita dari kahyangan bahwa ajal Gatotkaca telah ditetapkan malam itu. Gatotkaca yang pasrah terhadap takdirnya berpesan supaya mayatnya bisa digunakan untuk membunuh musuh. Kalabendana setuju, kemudian menusuk pusar Gatotkaca menggunakan senjata Konta. Pusaka itu melebur dengan sarungnya, yaitu kayu mastaba yang masih tersimpan di dalam perut Gatotkaca. Setelah Gatotkaca gugur, arwah Kalabendana melemparkan jenazahnya ke arah Karna. Karna berhasil melompat sehingga lolos dari maut. Namun keretanya hancur berkeping-keping akibat tertimpa tubuh Gatotkaca. Pecahan kereta tersebut melesat ke segala arah dan menewaskan para prajurit Korawa yang berada di sekitarnya.

sumber : 



Jumat, 16 Januari 2015

Drawing on paper

Trip ke Jakarta, ngompreng Mojokerto - Jogja - Purwokerto - Cirebon - Jakarta.
Modal dari Mojokerto bawa gambar ini.....siapa tau nanti beranak di perjalanan heheheheh......

 pencil on paper 30,5x40,5 cm (127galeri) ini gambar gedung yang ada di dekat alun-alun kota mojokerto bekas dinas pengairan klo ga salah. Suasana tempo dulu


 pencil on paper A4 . Jl, BentengPancasila kota Mojokerto. Minggu pagi "car freeday"