Gatotkaca, pencil & drawing pen on paper A3 ( 29 x 42cm )
original ; 127galeri
Dalam bahasa Sanskerta, nama Ghatotkacha secara harfiah bermakna
"memiliki kepala seperti kendi". Nama ini terdiri dari dua kata,
yaitu ghaṭ(tt)am yang berarti "buli-buli" atau "kendi", dan utkacha yang berarti "kepala". Nama ini diberikan
kepadanya karena sewaktu lahir kepalanya konon mirip dengan buli-buli atau
kendi.
Kelahiran
Dia adalah putra putra kedua Raden Wrekudara (Bima
dalam kisah Mahabarata fersi India) salah satu dari lima bersaudara Pandawa. Dan
ibunya adalah seorang putri bangsa raksasa dari negeri Pringgandani yang
bernama Dewi Arimbi. Dalam cerita pewayangan jawa kelahiran Gatotkaca
dikisahkan secara tersendiri, sewaktu dilahirkan berupa rajksasa yang diberi
nama Jabang Tetuka. Selama setahun tali pusar Jabang Tetuka dibiarkan tidak
terpotong, karena tidak ada satupun senjata yang mampu memotong tali pusar
tersebut.
Karena hal tersebut, Arjuna (adik
Wrekudara yang juga paman Gatotkaca) bertapa memohon kepada dewa agar
memberikan senjata untuk memotong tali pusar Jabang Tetuka. Di lain tempat pada
waktu yang sama, Karna panglima Kerajaan Hastina juga sedang melakukan tapa
untuk mencari pusaka. Karena wajah keduanya hampir sama, Batara Narada utusan
kayangan memberikan pusaka Kontawijaya yang snggup memotong tali pusar Jabang
Tetuko kepada Karna. Menyadari kesalahanya tersebut Batara Narada menemui
Arjuna untuk memberitahukan bahwa pusaka yang seharunya untuknya telah dimiliki
oleh karna. Arjuna kemudian mengejar dan merebut Kontawijaya dari tangan Karna,
dalam pertarungan Arjuna hanya mendapatkan sarung pusaka Kuntowijaya. Kelak dalam
kisah berbeda, kisah peperangan Baratayuda pusaka Kontawijaya yang dipegang
oleh Karna akan membunuh Gatotkaca.
Sarung pusaka Kontawijaya yan terbuat dari
kayu mustaba ternyata bisa digunakan untuk memotong tali pusar Jabang Tetuka,
namun setelah memotong tali pusar tersebut sarung pusaka Kontawijaya masuk ke
dalam perut Jabang Tetuka. Krisna yang menyaksikan pemotongan tali pusar
tersebut berpendapat kayu mustaba akan memnambah kekuatan Jabang Tetuka.
Tetuka saat itu diasuh oleh Narada
di kahyangan, karena kesaktianya Tetuko diutus bertarung dengan Patih Sekipu
dari Kerajaan Trabelasuket yang menyerang kahyangan bermaksud membawa Batari
Supraba untuk diperistri rajanya. Semakin banyak pukulan yang didapat Tetuka maka
makin kuatlah Tetuka, Patih Sekipu pun merasa malu dan memaksa Narada untuk
mebuat Tetuko menjadi besar saat itu juga. Kemudian Narada menceburkan Jabang
Tetuko ke dalam kawah Candradimuka, di Gunung Jamurdipa. Para Dewa kemudian
menceburkan segala jenis pusaka ke dalam kawah. Beberapa saat kemudian Tetuko
muncul dari kawah Candramika dengan wujud seorang laki-laki dewasa, segala
jenis kekuatan pusaka para Dewa yang dilebur bersama tubuhnya menambah
kesaktianya. Kemudian Tetuko bertarung kembali dengan Sekipu dan berhasil
membunuhnya dengan gigitan taring Tetuko. Krisna dan Pandawa menyusul ke
kahyangan, Krisna memotong taring Tetuko dan menasehati Tetuko untuk
meninggalkan sifat-sifat kaum raksasanya. Kemudian Batara Guru raja para Dewa
datang menghadiahkan sperangkat pakaian
pusaka, yaitu Caping Basunanda, Kotang Antra Kusuma, dan Terompah Pandakacarma
untuk di pakai. Tetuka setelah saat itu dikenal sebagai Gatotkaca, dengan
mengenakan pakaian tersebut Gatotkaca mampu terbang menuju istana Trabelasuket
dan membunuh Kalapacrona.
Kematian
Perang di Kurukshetra dalam pewayangan Jawa biasa disebut dengan nama Baratayuda. Kisahnya diadaptasi dan dikembangkan dari naskah Kakawin Bharatayuddha yang ditulis tahun1157 pada zaman Kerajaan Kadiri. Versi pewayangan mengisahkan, Gatotkaca sangat akrab
dengan sepupunya yang bernama Abimanyu, putra Arjuna. Abimanyu menikah dengan Utari putri Kerajaan Wirata, setelah ia mengaku masih
perjaka. Kenyataannya, Abimanyu telah menikah dengan Sitisundari putri Kresna. Sitisundari yang dititipkan di istana Gatotkaca mendengar
kabar bahwa suaminya telah menikah lagi. Paman Gatotkaca yang bernama
Kalabendana datang menemui Abimanyu untuk mengajaknya pulang (Kalabendana
adalah adik bungsu Arimbi yang berwujud raksasa bulat
kerdil tapi berhati polos dan mulia). Hal itu membuat Utari merasa cemburu.
Abimanyu terpaksa bersumpah bahwa jika dirinya memang telah beristri selain
Utari, maka ia rela mati dikeroyok musuhnya di kemudian hari. Kalabendana
menemui Gatotkaca untuk melaporkan sikap Abimanyu. Gatotkaca justru memarahi
Kalabendana yang dianggapnya lancang mencampuri urusan rumah tangga sepupunya
itu. Karena terlalu marah, Gatotkaca memukul kepala Kalabendana. Mekipun
perbuatan tersebut dilakukan tanpa sengaja, namun pamannya itu tewas seketika.
Ketika perang Baratayuda meletus, Abimanyu benar-benar
tewas dikeroyok para Korawa pada hari ke-13. Pada hari
ke-14, Arjuna berhasil membalas kematian putranya itu dengan cara memenggal
kepala Jayadrata. Duryodana sangat sedih atas kematian Jayadrata, adik iparnya sendiri.
Ia memaksa Karna menyerang perkemahan Pandawa pada malam itu juga. Karna berangkat meskipun hal itu melanggar
peraturan perang. Setelah tahu bahwa para Korawa melancarkan serangan malam,
pihak Pandawa mengirim Gatotkaca untuk menghadang. Gatotkaca sengaja dipilih
karena Kotang Antrakusuma yang ia pakai mampu
memancarkan cahaya terang benderang. Gatotkaca berhasil menewaskan sekutu
Korawa yang bernama Lembusa. Sementara itu dua pamannya, yaitu Brajalamadan dan
Brajawikalpa, tewas di tangan musuh mereka, masing-masing bernama Lembusura dan
Lembusana.
Gatotkaca
berhadapan dengan Karna, pemilik senjata Kontawijaya. Ia menciptakan kembaran
dirinya sebanyak seribu orang sehingga membuat Karna merasa kebingungan. Atas
petunjuk ayahnya, yaitu Batara Surya, Karna berhasil menemukan Gatotkaca yang asli. Ia pun
melepaskan senjata Konta ke arah Gatotkaca. Gatotkaca mencoba menghindar dengan
cara terbang setinggi-tingginya. Namun arwah Kalabendana tiba-tiba muncul
menangkap Kontawijaya sambil menyampaikan berita dari kahyangan bahwa ajal
Gatotkaca telah ditetapkan malam itu. Gatotkaca yang pasrah terhadap takdirnya
berpesan supaya mayatnya bisa digunakan untuk membunuh musuh. Kalabendana
setuju, kemudian menusuk pusar Gatotkaca menggunakan senjata Konta. Pusaka itu
melebur dengan sarungnya, yaitu kayu mastaba yang masih tersimpan di dalam
perut Gatotkaca. Setelah Gatotkaca gugur, arwah Kalabendana melemparkan
jenazahnya ke arah Karna. Karna berhasil melompat sehingga lolos dari maut.
Namun keretanya hancur berkeping-keping akibat tertimpa tubuh Gatotkaca.
Pecahan kereta tersebut melesat ke segala arah dan menewaskan para prajurit
Korawa yang berada di sekitarnya.
sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar